SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Minggu, 11 Januari 2009

Mesin Cuci dan Kamera Digital Caleg

Makassar, 11 Januari 2009

Seorang kawan saya bercerita tentang pengalaman di kampung halamannya, Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Namanya Ni'matullah, calon legislatif dari Partai Demokrat untuk Daerah Pemilihan II, DPRD Propinsi Sulawesi Selatan. Ulla, sapaan akrabnya, datang menjenguk keluarga dan kerabatnya di kampungnya itu pada awal Nopember 2008. Ia bernostalgia dengan teman sekolahnya, dan juga kawan-kawan bermainnya yang lain ketika ia masih di sana.

Pada suatu kesempatan, Ulla bergabung dengan beberapa warga yang sedang berbincang di dekat rumahnya itu. Di sela-sela perbincangan itu, ia mencoba menarik perhatian orang-orang yang sedang berkerumun itu. Ulla menyatakan niatannya menjadi calon legislatif. Untuk itu, ia pun mengajak warga di sana untuk mendukung pencalonannya. Untuk itu pula, Ulla menawarkan alat peraga yang menandakan identitas pencalonannya. Ia menawarkan baju kaos dalam jumlah terbatas untuk tahap pertama.

Warga hanya merespon dengan sikap yang biasa-biasa terhadap penawaran itu. Seorang warga yang juga paman Ulla mengusulkan agar mencoba alat peraga yang lain. Ulla mengangguk dan berusaha untuk bersikap sopan. Ulla sangat segan kepada pamanya. Ulla sendiri mengaku, ia tidak berani berbicara sembarangan kepada pamannya yang satu ini.

“Nak, warga di sini tidak butuh baju kaos. Sudah banyak mi di sini,” ujar paman Ulla dengan Makassar menyarankan. “Kalau mau bagus, anu saja nak, eee, bagi-bagi mesin cuci saja. Warga di sini sangat membutuhkan mesin cuci,” katanya melanjutkan.

Keruan saja, Ulla merasa tidak mampu mengatur irama nafasnya mendengar saran itu. Ia merebahkan badannya ke belakang sambil merentangkan kakinya. Ia mencoba mengulangi kalimat saran itu dalam benaknya. Tetap saja ia tidak percaya ada orang yang sampai hati memberinya saran seperti itu. Dan orang yang memberi saran itu adalah pamannya sendiri.

Karena merasa saran dari pamannya itu di luar batas kewajaran, ia pun memberanikan diri mengajukan lagi penawaran lain, meski penawaran lain itu sendiri belum jelas.

“Om, mesin cuci itu terlalu berat di harga. Itu sangat mahal, om!” ujar Ulla menanggapi saran pamannya.

Dalam waktu sekejap, sang Paman langsung mengoreksi sarannya dengan mengajukan bentuk pemberian lain yang lebih murah.

“Kalau begitu, ganti mi dengan kamera digital. Warga di sini juga suka ji barang seperti itu, nak,” kata sang paman dengan enteng.

Saran alternatif ini ternyata belum membuat Ulla lega. Ia malah menyebut masukan pamannya itu sebagai cara lain bunuh diri.

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim