SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Selasa, 18 Maret 2008

Pilkada Serentak, Cegah Mobilisasi Pemilih

(16 Mar 2008, 16 x , Komentar)
Oleh: Ketua KPU Kota Makassar, H Zulkifli Gani Ottoh, SH
LIMA KPU kabupaten/kota memelopori pilkada serentak di Sulsel tahun ini. Salah satunya adalah Kota Makassar. Dari lima daerah tersebut, empat di antaranya adalah daerah yang pilkadanya dimajukan dari 2009.Sebagai ibukota provinsi, Makassar tentu menjadi barometer bagi daerah lain dalam penyelenggaraan pilkada. Apalagi, daerah ini termasuk di antara daerah penggagas pilkada serentak.
Apa saja pertimbangan pengusulan pilkada serentak itu? Apa keuntungannya? Dan secara khusus, sejauh mana persiapan KPU Makassar menyelenggarakan pilkada?


Ikuti perbincangan Wartawan Fajar, Baharuddin Moenta dengan Ketua KPU Kota Makassar, H Zulkifli Gani Ottoh. Perbincangan dilakukan di kantor PWI Sulsel, Sabtu, 15 Maret. Berikut petikannya:

Bersama, lima kabupaten lainnya, Makassar menggagas pilkada serentak. Sebenarnya apa pertimbangan mendasar sampai gagasan itu muncul?

Begini, kita tidak melihat apakah pilkadanya itu normal atau tidak normal. Yang disebut tidak normal itu, Makassar, Luwu, Wajo, dan Pinrang, karena dimajukan dari 2009. Gagasan pilkada serentak itu, selain ada dasar hukumnya, sebenarnya juga untuk kepentingan KPU provinsi. Yang kedua, kepentingan KPU daerah yang berdekatan alias bersebelahan secara geografis. Misalnya, Wajo dengan Sidrap, Sidrap dengan Pinrang.

Apa alasannya hingga demikian?

Penting sekali daerah berdekatan itu mengadakan pemilihan serentak karena diharapkan, pekerjaan KPU provinsi lebih ringan karena bisa berkunjung dalam hari yang sama. Masyarakat di daerah itu juga, baik di Pinrang, Sidrap, maupun Wajo dan Luwu, karena mereka berbatasan, biasanya masuk ke wilayah sebelah saat pencoblosan.

Berikutnya, kenapa Makassar memikirkan sejauh itu, karena terlihat bahwa 29 Oktober itu jatuh pada Rabu. Pengalaman kita di Makassar, partisipasi pemilih sangat rendah. Apakah yang namanya golput atau karena tidak peduli atau tidak tahu kalau mereka masuk dalam daftar pemilih. Itu juga bisa. Tapi kita di Makassar berpikir agar teman-teman di daerah lain tidak mengalami hal yang sama.

Berapa persen tingkat partisipasi di Makassar?

Pemilih di Makassar pada pilgub lalu sekitar 46 persen tidak berpartisipasi. Kalau nanti pemilihan walikota yang tidak berpartisipasi bisa mencapai 20 persen saja, itu sudah luar biasa majunya. Apalagi kalau itu bisa ditekan lagi dengan intensifnya sosialisasi, bisa mencapai antara 10-20 persen, itu sangat luar biasa.

Itulah tekad kita di KPU Makassar untuk mengejar yang seperti itu. Kita akan berupaya menekan angka tinggi yang tidak berpartisipasi.

Apakah tidak ada pertimbangan soal efisiensi?

Pasti. Dengan penggabungan, dengan tanggal yang sama tentu juga menyangkut efisiensi. Tapi yang paling merasakan adalah KPU provinsi, menekan high cost, karena tidak perlu lagi hari berlainan, tapi pada hari yang sama bisa mengunjungi daerah yang pilkada.

Di samping itu, diharapkan untuk kabupaten/kota bisa lebih koordinatif karena saling mengetahui. Apabila ada pengerahan massa dari daerah tetangga untuk pencoblosan, tentu bisa dihindari, karena tidak mungkin orang yang sama dua kali mencoblos. Pertama, takut ketahuan. Kedua ada tanda berupa tinta yang tentu dengan mudah bisa dilihat.

Khusus Pilkada Makassar, sudah sejauh mana persiapannya?

Alhamdulillah kita sudah persiapkan jauh hari sebelumnya. Bahkan dari 2006 kita sudah persiapkan, sambil menyiapkan pilgub yang baru berlalu. Jadi 2007 itu kita lebih mantapkan lagi.

Apa saja pemantapannya?

Seluruh administrasi pendukung kita sudah siap. Sekarang, memasuki 2008, sudah lebih siap lagi. Tinggal kelengkapan saja, misalnya logistik yang memang belum dicetak. Kotak dan bilik suara itu sudah cukup. Kalau pun ada yang hilang waktu pilgub, kalau bilik suara bisa diatasi sendiri.

Oleh karena itu, saya pikir tidak ada masalah. Tenaga pun, dari anggota KPU, saya kira, bulan ini mungkin sudah cukup jadi lima. Karena sebenarnya, saudara Dirgahayu Lantara sudah memenuhi syarat untuk masuk PAW. Hanya saja, karena dia sendiri, maka akan dilengkapi karena syaratnya harus dua orang diusulkan ke KPU provinsi.

Tapi menurut saya, itu tinggal teknis saja. Kalau anggota sudah cukup lima, tentu tidak ada masalah. Bulan depan kita tinggal menyiapkan pembentukan PPK dan PPS.

Bagaimana dengan dua anggota KPU Kota Makassar yang kelihatannya juga berpeluang di provinsi?

Sebenarnya, itu belum bisa terlalu dikomentari. Sebab, masih akan berproses. Sekarang ini, baru dalam tahap 20 besar. Masih ada tahapan berikutnya yang harus dilalui untuk menjadi sepuluh besar dan keluar lima orang dari KPU.

Tapi, apakah sudah ada skenario yang dipersiapkan sekiranya keduanya benar-benar lulus?

Tentu tidak ada masalah. Dari 20 besar yang sekarang, memang ada dua orang dari KPU Kota Makassar, yakni Maqbul Halim dan Pahir Halim. Nama belakang sama-sama Halim tapi keduanya tidak bersaudara.

Saya pikir, kalau memang seandainya diterima, karena saya tidak mendahului apalagi mengintervensi pansel, sekiranya memang keduanya diterima di KPU provinsi, juga tidak perlu dipersoalkan. Sebab, tentu sudah ada alternatif bagi kami.

Hanya saja, itu masih butuh konsultasi dengan pusat. Dan bisa saja, kita tarik yang sudah lulus seleksi untuk mungkin diperbantukan atau bagaimana, nantilah. Yang pasti, kita abaikan dulu itu, karena belum ada payung, regulasi, atau aturan hukumnya dari KPU pusat.

Bagaimana dengan daftar pemilih yang hampir di setiap pilkada selalu bermasalah?

Makassar ini memang unik, mungkin sama dengan DKI Jakarta. Uniknya dimana, yakni partisipasi pemilihnya yang sangat rendah. Tapi kita sudah melakukan antisipasi. Kamis lalu kita sudah rapat dengan pemkot, DPRD, dan kita ikutkan Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil. Dari hasil rapat itu, kita masih memberi kesempatan, karena memang aturannya, April.

Jadi, seharusnya, awal April, pemkot sudah harus diserahkan daftar penduduk potensial pemilih pilkada (DP4), karena akan disetor untuk persiapan Pemilu 2009, sekaligus akan digunakan untuk pilkada. Tapi, kemarin ada tawar menawar, kemungkinan akhir April. Di situ tidak bisa lagi mundur. Sudah harus diserahkan karena pertengahan April sudah dibentuk PPK dan PPS.

Oleh karena itu, kalau belum diserahkan, apa yang akan dikerjakan oleh PPK dan PPS. Sementara data pemilih itu masih harus dimutakhirkan. Masih mau dihubungi via RT/RW supaya tidak ada lagi masyarakat yang tidak terdaftar sambil dilakukan sosialisasi mengajak mereka berpartisipasi menggunakan hak pilihnya dengan datang ke TPS.

Baik, beberapa bulan terakhir, sudah banyak figur yang bermunculan dan disebut-sebut sebagai bakal calon, termasuk Anda, apa memang betul serius akan mencalonkan diri?

Jadi saya ini tidak selalu mau terjebak dengan kondisi politik. Saya ini dikenal sebagai wasit. Oleh karena itu, sebagai wasit, tentu saya akan jadi wasit yang baik. Kalaupun ada keinginan atau ada dorongan dari sejumlah partai, tokoh masyarakat, organisasi massa dan kemasyarakatan serta tokoh-tokoh masyarakat di Sulsel dan Makassar, dan lainnya, itu patut dihargai dan itu sudah saya penuhi dengan adanya poster-poster saya di jalan.

Jadi, saya sudah penuhi harapan mereka. Keinginan mereka untuk mendorong saya maju, dengan dipasangnya poster-poster saya itu, sudah saya jawab.

Tetapi sekarang, langkah berikutnya, apakah saya jadi mendaftar di KPU sebagai calon, itu belum bisa saya kemukakan. Karena insya Allah, awal April atau minggu pertama April, saya baru akan menentukan sikap.

Apakah saya jadi masuk atau terus sebagai bakal calon atau berhenti. Juga, apakah saya kembali ke KPU atau tidak, karena saya menganggap, sudah berakhir masa jabatan saya di Juni. Kalaupun itu diperpanjang, itu urusan nanti, apakah saya ikut menerima perpanjangan itu nanti kita lihat.

Tetapi, saya ingin tegaskan bahwa saya tidak mau melanggar norma. Saya tidak mau melanggar tanggung jawab moral kepada masyarakat. Saya akan beri jawaban di minggu pertama April. Dan masyarakat perlu tahu bahwa sampai sekarang, Alhamdulillah, belum ada satu partai pun yang saya daftar. Kalau pun ada tim keluarga yang ambil formulir, sebatas itu saja dan belum ada yang dikembalikan sampai saat ini.

Mengapa demikian?

Sebab, kalau sudah mengembalikan formulir, itu berarti sudah terdaftar. Tapi sampai sekarang saya belum mendaftar, sehingga berarti bahwa saya juga menjawab keinginan pribadi saya bahwa saya belum mau kemana-mana.

Artinya, kalau tadi saya memenuhi harapannya masyarakat yang mau mendorong saya maju, dengan adanya poster di jalan, itulah jawaban saya. Tetapi, untuk langkah berikutnya, belum ada.

Baik, selain di KPU, Anda juga Ketua PWI Sulsel, bagaimana mengatur tugas-tugas di dua tempat itu?

Saya pikir, tugas di PWI itu sangat mulia. Ketua PWI itu independen, karena PWI itu juga organisasi independen. Tidak pro ke kiri atau ke kanan. Selain itu, di PWI ada juga tanggung jawab di masyarakat pemantau pemilu (Mapilu) PWI Sulsel sebagai penanggung jawab.

Jadi kalau seandainya saya jadi maju di pilkada, maka selain harus meninggalkan KPU, juga harus meninggalkan PWI. Tetapi, kalau saya tidak maju di pilkada, saya tetap di KPU, sudah bagus, posisi saya sangat kuat. Sebab, selain sebagai wasit, kalau di sepakbola, mungkin juga saya sebagai PSSI, yang bisa mengetok ke bawah. (baharuddin@fajar.co.id)

Sumber: FAJAR (http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=58747)
Tanggal Akses: 18 Maret 2008

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim