SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Sabtu, 04 Agustus 2007

Bolaang Mongondow dan APBD-nya

Kota Kotamobagu adalah kota yang adem tetapi tetap menggeliat. Saya merasakan suasana tersendiri ketika tiba di Hotel SENATOR. Suasana berbeda itu menjadi lebih terasa ketika bangun pagi, suatu pagi di hotel itu yang menanti saya bangun mencicipi hidangan sarapannya.

Mengapa berbeda? Hidangan sarapan pagi yang menanti saya bangun ternyata berada di ruang lobby hotel. Ketika tamu beranjak masuk di pintu utama ruang lobby, mereka lebih dahulu disambut oleh meja hidangan sarapan. Setelah mereka kemudian maju beberapa langkah ke depan, barulah mereka berhadapan dengan front-desk petugas resepsionis. Setidaknya, pada saat saya menikmati hindangan sarapan pagi, beberapa tamu hotel yang masuk melalui pintu itu saya ajak sarapan bareng. Adakah saya terganggu dengan situasi sarapan pagi yang berbeda itu? Saya sudah sudah putuskan untuk tidak menjawabnya pada kesempatan ini.

Apa lagi yang lain yang berbeda? Hmm, sebenarnya banyak. Tapi yang penting bagi saya adalah kemunculan mobil dinas (plat merah) merek Toyota Kijang tipe Innova ketika saya masih sarapan pagi di hari pertama saya di kota itu. Awalnya, hingga ketiga kalinya muncul, mobil itu tidak begitu menarik bagi saya. Ia betul-betul hanya mobil kijang, seperti mobil dinas kijang yang sering saya temui di mana-mana. Mery, seorang pegawai Yayasan Lestari Manado, mengatakan pada saya bahwa mobil yang telah saya perhatikan berkali-kali itu ternyata milik salah seorang pimpinan DPRD Bolaang Mongondow.

“Apa pemilik mobil dinas itu memang tinggal di hotel ini?” saya bertanya kepada Mery pada hari kedua keberadaan saya di hotel tersebut.

“Bukan begitu,” jawab Mery. “Hotel ini dimiliki oleh seorang pimpinan DPRD itu dan mobil dinas yang ia gunakan itulah yang menjadi mobil operasional hotel ini, misalnya ketika mengantar makanan dan kebutuhan hotel lainnya,” jelas Mery.

Saya menjadi terperangah mendengar jawaban Mery itu. Saya sama sekali tidak pernah berpikir tentang mobil dinas milik pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow itu menjadi mobil operasional Hotel Senator, badan usaha yang bukan milik pemerintah. Saya juga tidak pernah menemukan mobil itu kelihatan gugup dan canggung memasuki hotel secara reguler dengan status plat merah. Begitu enteng tapi serampangan.

Kota ini, pada hari kedua kehadiran saya di kota itu, menjadi makin berbeda ketika mengobrol dengan Yuyun Wahyuni, seorang aktivis dari Swara Bobato, Kota Kotamobagu. Dirinya, kata Yuyun, miris dan geli karena harus menjawab pertanyaan saya:

“Kata Rio, anggaran pemberdayaan perempuan pada APBD Kab. Bolaang Mongondow 2007 itu mencapai Rp 4 miliar! Apa itu benar?”

Yuyun membenarkan besaran anggaran itu, namun membubuhkan catatan penting. Anggaran itu, kaya Yuyun menjelaskan, sebenarnya hanya ruang titipan. Sebanyak Rp 3 miliar dari total anggaran itu adalah titipan untuk pembiayaan klub Persibom. Yanti dan Rio, masing-masing koordinator fasilitator dan direktur yayasan lestari, membenarkan adanya jumlah anggaran pemberdayaan perempuan itu.

Saya menimpali, “Mungkin sebagian besar orang tidak tahu, kalau ternyata pemain-pemain Persibom itu adalah perempuan!”

Yuyun, Rio, dan Yanti pun terbahak mendengar timpalanku. Tapi sesungguhnya mereka kesal dengan anggaran yang terkesan konyol itu.

Saya berada di Kotamobagu selama tiga hari. Saya tiba di Bandara Internasional Sam Ratulangi pada pukul 22.30 wita (Rabu, 18 Juli 2007) dan dijemput oleh staf Lestari Manado, Om Deky. Malam itu, saya langsung menuju Kotamobagu dengan melewati Kota Tondano. Di Tondano, kami menjemput Arnold Winowatan. Dalam situasi normal, perjalanan dari Tondano ke Kotamobagu ditempuh dalam waktu empat jam. Malam itu, Arnol hanya menghabiskan waktu dua jam setengah.

Kota Kotamobagu awalnya adalah pusat pemerintahan sekaligus kota Kabupaten Bolaang Mongondow, propinsi Sulawesi Utara. Kota ini pernah kesohor sepanjang awal 2007 berkat klub sepak-bolanya, Persibom. Bukan main, klub yang bermain di divisi utama ini musim 2007 ini menelan pembiayaan hampir 80 persen dari total APBD daerah ini untuk tahun anggaran 2007.

Saya menganggap diriku beruntung karena sempat menginjakkan kaki di sebuah bukit. Warga Kotamobagu memberinya nama Puncak Pasi. Suatu lokasi perbukitan, di mana kita bisa melihat keseluruhan lokasi kota Kotamobagu yang berlumur cahaya lampu pada malam hari. Puncak bukit ini dicapai melalui jalan berbatu-batu yang terjal. Kami menggunakan kendaraan roda empat. Konon, kata Yuyun, lokasi bukit itu sudah dimiliki oleh salah seorang wakil ketua DPRD Sulawesi Utara. Oleh karena itu, tidak lama lagi, bukit tidak bisa dinikmati oleh masyarakat umum karena puncak bukit akan disulap menjadi villa.

Saya tidak berencana ke tempat itu, awalnya. Ketika saya dan Arnold mengantar Yuyun ke rumahnya, Yuyun menceritakan mengenai keindahan tempat itu. Saya kemudian menawarkan agar kami menunjungi tempat itu sebelum mengantar Yuyun pulang ke rumahnya.

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim