SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Sabtu, 04 November 2023

Kebesaran PDIP dan Kekecilan Jokowi

Oleh Maqbul Halim



Narasi yang populer akhir-akhir ini adalah kehebatan PDI Perjuangan (PDIP) dan Joko Widodo (Jokowi). Dua entitas ini lalu bergeser dari satu kesatu-paduan menjadi dua kutub yang terpisah, bertentangan. Banyak perbincangan mengenai dua entitas yang sedang konfrontatif saat ini. Asumsi utamanya, Jokowi tidak ada apa-apanya jika tidak ada PDIP. 


Akun X (twitter) @hasyimmah dengan nama Hasyim Muhammad melontarkan pertanyaan, betulkah Jokowi berutang pada PDIP? Jawaban Hasyim sendiri mengatakan TIDAK. Pertanyaan dan jawaban ini adalah respon atas narasi framing dari kalangan PDIP bahwa Jokowi itu tidak ada apa-apanya. PDIPlah yang membuat Jokowi jadi walikota, jadi gubernur, jadi presiden. 


Hasyim mengajukan narasi tandingan. Begini mas, kata Hasyim, di Solo itu ada ratusan tukang mebel. Tolong ambil satu tukang mebel lagi dan jadikan presiden kalau memang itu karena kehebatan PDIP. Mungkin Hasyim setuju jika dikatakan, tukang mebel itu jadi walikota Solo saja, terlalu tinggi jika langsung dijadikan presiden. 


Ada lagi yang lain soal pidato Megawati yang sudah banyak disimak di media sosial, mengatakan bahwa tanpa PDIP, Jokowi tidak bisa apa-apa (kasihan Jokowi). Jawabannya adalah, bahwa sudah tiga kali Megawati dicapreskan oleh PDIP dan ketiga kali itu pula gagal. 


Kali pertama adalah pemilihan presiden oleh anggota MPR/DPR pada tahun 1999. Waktu itu, PDIP menjadi pemenang Pemilu 1999, mengalahkan Partai Golkar. Saat pencoblosan oleh anggota MPR, Megawati kalah dari Gus Dur yang didukung oleh partai pendatang baru, Partai PKB.  


Kali kedua adalah Pemilu Presiden 2004. Megawati maju berpasangan dengan mantan Ketua PB NU Hasyim Muzadi, diusung oleh PDIP. Megawati-Hasyim dikalahkan di putaran kedua oleh Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, dan diusung oleh Partai Demokrat. Pada Pemilu Pilpres 2004 ini, Megawati masih menjabat presiden RI, menggantikan Gus Dur yang dilengserkan oleh MPR. 


Kali ketiga adalah Pemilu Presiden 2009. Megawati berpasangan dengan Prabowo Subiyanto, diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra. SBY yang berpasangan Budiono menang satu putaran mengalahkan Mega-Prabowo. Pengusung utama SBY adalah Partai Demokrat, partai pendatang baru. 


Jadi, tiga kali Megawati diusung PDIP, tiga kali kalah. Dalam tiga kasus ini, PDIP tidak dapat disebut penentu kemenangan, sekaligus juga bahwa belum tentu penentu kekalahan. 


Beberapa akun akun sosmed yang tidak bersimpati kepada PDIP dan Megawati berkomentar. Mereka bilang bahwa untung ada Jokowi sehingga PDIP bisa memenangi Pilpres dua kali berturut-turut, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Bahkan, ujar mereka, PDIP juga ikut mendapatkan efek ekor jas dari pencapresan Jokowi. PDIP menjadi pemenang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.


Jelang Pemilu Presiden 2024, PDIP telah mencoba meng-endorse Puan Maharani, Ketua DPP PDIP dan anak Megawati Ketua Umum PDIP, untuk berlaga pada Pemilu Pilpres 2024. Pada saat yang sama, Kader PDIP Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah juga sedang menjadi primadona bakal capres di luar PDIP. Selama kurang lebih setahun, hasil olahan PDIP untuk Puan tidak maksimal. Elektabilitasnya tidak pernah tembus tiga persen, sementara Ganjar moncer di atas 22 persen. 


Tesis sementaranya ada dua. Pertama, Puan Maharani didorong oleh PDIP. Sementara Ganjar didorong oleh Jokowi. Sejak awal, PDIP menggandeng Puan dan Jokowi menggandeng Ganjar. Rivalitas PDIP dan Jokowi sudah dimulai di sini. Saat elektabilitas Puan jalan di tempat pada angka kurang dari tiga persen, Jokowi umumkan Ganjar sebagai capresnya yang dibungkus dengan ciri berambut putih. Apa yang terjadi setelah itu? PDIP tinggalkan puan dan merebut Ganjar yang sedang dipersiapkan oleh Jokowi. 


Jadi, PDIP bukan faktor pada Pemilu Pilpres. Yang menjadi faktor adalah sosok atau figur. Itulah yang terjadi pada figur Gus Dur, SBY, Jokowi, dan Ganjar. PDIP telah calonkan Megawati sebanyak tiga kali, dan tiga kali tak ada yang menang. Sebaliknya, begitu mencalonkan Jokowi yang bukan siapa-siapa, barulah PDIP menikmati dua kali kemenangan di Pilpres.


Jadi, pihak mana yang harus berterima kasih, Jokowi atau PDIP? Tahun 2024 menunggu, apakah PDIP bisa menangkan Ganjar! []


Makassar, 4 Nopember 2023

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim