SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Rabu, 11 Februari 2009

Puisi MUI tentang Rokok dan Golput

Oleh Maqbul Halim
Rabu, 4 Februari 2009

Seorang bertanya tentang fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Pertanyaannya jenaka. Orang ini menanyakan hubungan antara ayat Al-Quran sebagai satu pokok dengan rokok atau pemberian suara pada Pemilu 2009 sebagai pokok lainnya dalam fatwa MUI.

Untuk masalah rokok dan hak pilih pada Pemilu, beberapa bagiannya dapat saya jelaskan ala kadarnya. Namun untuk mengulas isi Al-Qur'an, tentu saya bukan ahlinya.

Tetapi hubungan dua bagian itu, tetaplah sebuah kegilaan, dan juga konyol. Dalam situasi apa, hubungan antara rokok dan ayat suci dapat ditemukan keterkaitannya? Atau, bagaimana memahami Al-Quran sehingga kitab suci ini juga mengatur hak pilih pada Pemilu? Kira-kira seperti itu pertanyaannya. Agak jenaka.

Contoh kaitan yang sederhana tapi tidak gila adalah setelah seseorang bertadarrus Al-Qur'an, ia lalu menghisap sebatang rokok. Contoh kaitan yang konyol adalah sebagian anggota MUI yang akan memfatwakan haramnya rokok adalah perokok kawakan.

Kaitan Konyol
Para anggota MUI ini tidak punya potensi hamil, yang semuanya adalah pria. Dan lagi pula mereka bukan lagi anak-anak. Maka, fatwa haram merokok akhirnya hanya dikenakan kepada mereka yang perempuan hamil (bukan pria) dan anak-anak.

Kaitan antara perintah Tuhan dan kegiatan pemberian suara pada pemilu juga punya saling kait yang relatif tidak gila. Contohnya adalah sebelum atau sesudah memberikan suara di TPS pada Pemilu, seseorang melakukan kegiatan tadarrus Al-Qur'an. Atau, ketua KPPS membaca basmalah atau bedoa dengan ayat-ayat Al-Quran ketika membuka sidang pemungutan suara.

Kaitan yang konyol adalah para anggota MUI yang akan memfatwakan haramnya golput atau tidak memilih ternyata adalah calon legislatif atau pengurus partai politik. Paling tidak, keluarga atau sahabat mereka adalah calon legislatif yang butuh partisipasi pemilih yang tinggi.

Risiko bahaya dari kegiatan merokok sehingga diharamkan adalah tidak lebih sebagai upaya keras Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengekspresikan kepicikan mereka dalam ber-Islam. Saya kira, Tuhan saja mungkin tidak sampai hati melarang (mengharamkan) hamba-Nya menggenggam besi panas membara atau meminum air panas 100 derajat celcius mendidih.

Jika demikian, tentu penting pula MUI mengharamkan kebut-kebutan di jalanan bagi pengendara, haram gunakan kacamata hitam mengendarai motor pada malam yang gelap, bermain bulutangkis bagi perempuan hamil, tidak membayar rekening listrik, atau membangun rumah tinggal permanen di tengah jalan raya.

Fatwa MUI
Terlepas dari apa yang diharamkan oleh MUI dalam fatwanya, pihak-pihak yang menjadi target fatwa itu juga tidak pernah jelas. Kali ini, saya kembali mendapatkan pertanyaan: siapa-siapa saja yang terikat kewajiban oleh fatwa MUI itu?

Konon, fatwa MUI itu mengikat bagi umat Islam karena itu adalah hasil ijtihad terhadap Al-Qur'an. Itu artinya fatwa itu mengikat bagi mereka yang beragama Islam, entah ia di negara mana pun atau apa pun kebangsaannya. Persoalannya, bagaimana efektifnya daya ikat fatwa MUI itu bagi umat Islam di Inggris, Kazakstan, Turki, atau Thailand misalnya.

Apakah umat Islam di negeri-negeri itu harus tunduk pada fatwa MUI tersebut? Setahu saya, negeri itu tidak terjangkau oleh sinyal fatwa MUI. Islamnya MUI juga tentu sangat berbeda dengan dengan Islam yang dianut oleh muslim di Turki atau Iran, misalnya. Buktinya, golput atau tidak memilih bukanlah perbuatan haram menurut Islam pada dua negara tersebut.

Islam yang dianut MUI dan NU (Nahdatul Ulama) juga beda. Menurut Islamnya NU, merokok itu makruh. Hal itu menunjukkan bahwa Fatwa MUI hanyalah salah satu pilihan. Lagi pula, Islam yang difatwakan oleh MUI adalah "Islam Kepentingan". Artinya, MUI sendiri adalah "customer service" bagi kepentingan pelanggannya.

Masa Lalu
Jawaban atas pertanyaan tentang siapa saja yang dibebani kewajiban untuk tunduk pada fatwa MUI, kini semakin gampang. Mereka itu adalah hanya yang mempunyai Kartu Tanda Anggota (KTA) MUI. Mungkin saja ada pemegang KTA MUI tidak tunduk pada fatwa MUI, apalagi yang bukan pemegang KTA MUI. Jadi, yang bukan anggota MUI, tentu tidak wajib mengikuti fatwa MUI.

Secara kelembagaan , MUI adalah jejak masa lalu. Lembaga ini pernah menjadi "state apparatus" bagi kekuasaan Orde Baru. Orde Baru adalah bisul RI yang menyalahgunakan kekuasaan dan kedaulatan negara. MUI adalah kaki tangannya. Itulah sebabnya MUI disebut masa lalu yang pahit. Eksistensi MUI saat ini adalah bukti bahwa umat Islam Indonesia belum bisa lepas dari belenggu kepahitan itu.

Fungsi MUI saat ini tentu tidak lagi seperti ketika Orde Baru. Saat ini bukan hanya kepentingan pemerintah saja yang menjadi beban fatwa MUI. Oleh karena itu fatwa-fatwa MUI dapat juga disebut Fatwa Multiguna. Maksudnya, orientasi manfaat dan tujuan fatwa ditentukan oleh kegunaan yang diharapkan oleh pemesan (customer).

Karena MUI mengurus masalah dalil-dalil tentang cara memahami ajaran Islam dan ritual-ritualnya, maka MUI akhirnya menjadi salah satu sekte dalam Islam di Indonesia. Organisasi sekte ini tidak pernah dipersoalkan keberadaannya karena memang lebih dahulu mendapat legitimasi dari pemerintah. Sekte Ahmadiyah adalah saingan terberat MUI akhir-akhir ini.

Urusan MUI dan urusan Pemilu/Rokok memang tidak dalam satu kategori. Kalau pun benar, tetap saja tak ada eksistensi yang menyebabkan adanya alasan keduanya berada dalam satu kategori.

Ini akan sama sulitnya menempatkan persoalan kelamin dan ruang angkasa dalam satu kategori. Sulit bagi astronot menangani penyakit kelamin. Sebaliknya juga, sulit bagi dokter kelamin menangani persoalan antariksa. Tapi eksistensi MUI meruntuhkan tesis kelamin dan ruang angkasa itu.

Jika ada pertanyaan tentang apa-apa saja yang menjadi kewenangan MUI, maka jawabannya adalah kewenangan MUI adalah mengurus semua urusan kecuali urusan keagamaan.

Penulis: Ketua MASIKA ICMI Orwil Sulawesi Selatan

Sumber: Harian Tribun Timur Edisi 4 Februari 2009
http://www.tribun-timur.com/read/artikel/9404
Tanggal Akses: 11 Februari 2009

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim