SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Minggu, 21 Desember 2008

Maqbul akan Pergi dari KPU Makassar

Makassar, 21 Desember 2008

Jam sudah menunjukkan pukul 13.05 wita di Tanjung Bayang, tempat rekreasi dan berenang di lokasi Tanjung Bunga, Makassar. Zulkifli Gani Ottoh sudah sejam lebih berbicara mengenai berbagai hal di hadapan anggota PPK se-Kota Makassar, disertai segenap staf sekretariat KPU Kota Makassar. Ketika usai berbicara, Guntur Indonesia, ketua PPK Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, mengambil alih mik (microphone). Ia meminta agar saya dan anggota KPU Kota Makassar lainnya tidak beranjak dulu dari tempat duduk. Guntur menjelaskan bahwa ia, sebagai atas nama komunitas PPK se-Kota Makassar, akan menyerahkan tanda mata kepada kami yang akan mengakhiri masa jabatan dalam waktu tiga hari lagi, yakni pada Rabu, 24 Desember 2008.

Dari hati yang paling tulus dan paling dalam, Guntur menyerahkan cincin emas yang berpermata kepada kami berlima. Guntur sendiri yang langsung mengenakan cincin itu di jemariku. Ia memeluk saya dengan erat.
Saya dan dia menitiskan air mata. Nurhidaya Noor, anggota PPK Kecamatan Tamalate, menghambur di belakang Guntur. Ketua dan anggota PPK, serta para staf sekretariat saling susul dengan haru di hadapan kami. Mungkin mereka seperti saya, larut dalam suka, tetapi juga dalam duka karena kami tidak akan bersama mereka lagi menjemput Pemilu 2009 yang tinggal beberapa bulan lagi. Sesuatu menjadi sesak di dadaku ketika memandangi Habibie yang tidak kuasa menahan kesedihannya, air matanya. Habibie adalah staf umum di Sekretariat KPU Kota Makassar sejak 2003, sebelum saya terpilih menjadi anggota KPU Kota Makassar periode 2003/2008.

Saya dan teman-teman anggota KPU Makassar lainnya, temasuk Pak Andi Dirga yang menyusul menggantikan Ibu Andi Tenri delapan bulan silam, telah bersama-sama dengan mereka, yang sebagian besar dari mereka telah berpartisipasi sebagai anggota PPK sejak Pemilu 2004. Saya dan mereka, para anggota PPK itu, saling belajar dan berbagi gagasan dalam mempersiapkan Pemilu Legislatif 2004, Pemilu Pilpres I & II 2004, Pemilu Gubenur dan Wakil Gubernur Sulsel 2007, Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Makassar 2008, dan persiapan Pemilu Legislatif 2009 pada 2008. Saya dan mereka kerap bersilang pendapat, bersilang pengertian, dan kadang-kadang ada situasi saya atau mereka menjadi seperti kekanak-kanakan. Saya sendiri heran, persilangan itu justru mengangsur langkahku menjadi lebih dewasa dan matang dalam mewujudkan tanggung jawab. Sekaligus, saya menjadi bisa memahami perbedaan dengan tulus.

Penghormatan dan penghargaan yang telah ditunjukkan oleh para anggota PPK kepada saya dalam persilangan pengertian dan pendapat, telah merubah diriku, bahkan pikiranku, untuk selamanya. Di antara mereka, banyak yang selayaknya menjadi orang tuaku. Banyak juga di antaranya lebih senior dari saya dan kerena itu bisa menjadi tandem diskusiku. Sebagian lagi adalah adik-adik saya. Saya bangga dan salut dengan mereka, karena mereka memiliki ciri-ciri pemimpin. Mereka bersikap profesional dan tulus sebagai personel di bawah jabatan saya sebagai anggota KPU Kota Makassar. Saya dihargai dan dihormati oleh mereka, mungkin karena sikap-sikapku, bukan karena jabatanku. Sama halnya, mungkin ada juga di antara mereka yang bersikap dingin dan sinis kepada saya karena sikap-sikap dan usiaku, bukan karena jabatanku.

Mereka yang hadir, mungkin sangat sedih karena kami tidak bersama lagi dengan mereka. Saya, dan juga anggota KPU Kota Makassar lainnya, tidak mungkin akan menjengkelkan mereka lagi, menagih laporan, membetulkan laporan mereka, meremehkan hasil kerja mereka agar lebih termotivasi, tidak lagi akan memanggil mereka rapat tanpa undangan tertulis maupun lisan, dan seterusnya. Selain itu, mereka juga tidak akan membuat kami sebagai anggota KPU Kota Makassar setiap saat harus bertameng kesabaran ketika mereka ada yang lambat menyelesaikan tugas-tugas. Saya sendiri tidak akan mendapatkan lagi kesempatan untuk salah faham terhadap tindakan dan perilaku teman-teman PPK dan sekretariat.

Saya merasakan itu ketika menerima pelukan mereka, erat, penuh arti, dan padat dengan kenangan. Banyak sekali catatan hidup bersama antara saya dan mereka, yang membentang dari 2003 hingga 2008, ibaratnya suatu buku pada halaman terakhir, terlipat dengan apik di selah-selah pelukan perpisahan kami. Saya dan mereka sama-sama tidak ingin menangis. Tetapi catatan itulah sehingga saya menitiskan air mataku. Saya sadar, saya pernah mencoba bangkit agar masih bisa bersama mereka. Tapi saya tidak cukup kuat. Saya patah, dan mereka tidak berdaya memandangi saya, Pahir Halim, dan Dirgahayu Lantara yang mencoba untuk bangkit agar bisa bersama mereka lagi namun diharuskan membersihkan barang-barang milik kami dari ruang kerja untuk pengganti kami. Kami berlima pun dipersilakan beranjak pada Rabu, 24 Desember 2008.

Saya merasakan ketidak-percayaan diri mereka ketika kami berlima bukan lagi bagian dari mereka di KPU Kota Makassar. Semoga saja perasaanku itu salah. Saya berbincang dengan Dirgahayu dan Yusuf Pani (Kasubag Teknis) di bangku yang tertancap di bahu jalan depan wisma tempat dimana berlangsung acara perpisahan. Saya bisa berkesimpulan bahwa para PPK dan sekretariat membutuhkan orang kuat untuk menjalankan tugas-tugas kepemiluan. Saya membayangkan orang kuat itu: disegani oleh mereka karena kapasitasnya, karena jaringannya, kedewasaannya, pengalamannya, keahliannya, popularitas reputasinya. PPK dan sekratariat merasa bahwa kapasitas, jaringannya, kedewasaan, pengalaman, keahlian, popularitas reputasi yang mereka miliki sangat jauh di bawah yang dimiliki orang kuat ini. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan psikologis ketika jalinan komunikasi berlangsung. Mereka tidak pernah menyebut kami berenam: Zulkifli Gani Ottoh, Syahrir Makkuradde, Pahir Halim, Tenri Palallo, dan Dirgahayu Lantara sebagai orang-orang kuat yang pernah mengkoordinir mereka menjalankan tugas-tugas kepemiluan. Mereka hanya bercerita tentang masa depan, yang ditamengi orang-orang kuat dan kemudian mereka di belakang orang-orang kuat itu.

Kepada mereka, melalui posting ini, saya mengharapkan agar kebaikan dari saya yang mereka terima, sebaiknya tidak diceritakan kepada saya. Kalau perlu, juga tidak diceritakan kepada orang lain. Sebaliknya, sesuatu yang buruk dari saya dan dari perbuatan saya, tentu saya sangat bersyukur jika borok itu diceritakan kepada saya. Itu akan sangat bermanfaat agar saya bisa menjadi lebih baik di masa-masa yang akan datang. Saya akan selalu terbuka untuk mengetahui keburukan saya ketika bersama mereka selama lima tahun enam bulan, sejak 24 Juni 2003. Saya tidak akan pernah bisa melukiskan kekurangan dan kelemahanku dengan baik, jika bukan orang lain yang menceritakannya kepada saya. Mereka inilah, staf sekretariat dan PPK, yang bisa membeberakan itu kepada saya.

Selamat bekerja wahai kawan-kawanku. Pemilu 2009 tetap lebih penting dari kami. Kami hanyalah masa lalu. Kenangan yang indah, elok kata Zulkifli Gani Ottoh, dari kami, tidak akan membuat kawan-kawan PPK dan Sekretariat menjadi lebih berdaya menyambut Pemilu 2009. Lupakanlah saya, jika saya hanya sumber kesedihan. Seperti matahari yang tertutup awan di atas Tanjung Bayang, mulai menggelinding ke ufuk barat hingga lenyap di keremangan senja. Kisah tentang kami di hati kawan-kawan, juga akan demikian, menggelinding pelan-pelan hingga ke titik dasar ingatan. Kisah saya pun akhirnya menjadi bukan kenangan lagi. Ketika itu, kawan-kawan sesungguhnya sudah dalam keadaan pulih. Semangat itu bukan dari kami berlima/berenam, tetapi dari diri kawan-kawan sendiri.

SELAMAT
maqbul halim

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim