SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Kamis, 26 April 2007

Mahasiswa UMI Biadab

Makassar,

Saya berkali-kali berpikir, apa sih point of view sehingga Amarah di UMI itu selalu diperingati setiap tahun? Mereka tidak memperjuangkan apa pun dalam peringatan itu selain sehelai dendam terhadap aparat yang berbuat brutal ketika itu (1996). Ketika musim itu tiba di bulan April tiap tahun, warga Makassar selalu dirundung cemas. Mahasiswa UMI rupanya hanya perkasa di depan kampusnya, Jl. Urip Sumohardjo.

Selain itu, Mappajantji Amin yang sedang menjalani perawatan intensif, juga mendapatkan perlakukan yang tidak manusiawi dari mahasiswa UMI yang tengah memperingati AMARAH. Ini logika yang sangat goblok. Momentum kekerasan di kampusnya diperingati dengan tindakan biadab. Menurut saya, kalau pun mereka itu tidak bernurani, cukuplah mempunyai sedikit nalar. Sebuah komunitas di Makassar yang kerap mengedepankan kegoblokan dan kekerasan. Sulit rasanya berpikir bahwa mahasiswa UMI akan mendapatkan simpati dari masyarakat ketika memperingati AMARAH sembari menganiaya pengguna jalan di depan kampusnya. Itu lebih kejam dari pada tindakan tentara tahun 1996 yang diperingati itu. Apalagi kalau orang sakit yang sedang mejalani perawatan yang dipukuli. Setahuku, tentara NAZI yang lebih biadab dari setan itu, tidak sampai hati mencegat ambulans dan membantai pasien yang sedang dimuat. Tapi saya percaya, mahasiswa UMI telah melakukan itu, yang tidak mampu dilakukan oleh tentara NAZI.

http://www.tribun-timur.com/view.php?id=43768

========

Rabu, 25-04-2007
Putra Prof Mappadjantji Dikeroyok di DepanUMI
Makassar, Tribun — Anak Prof Dr Mappajantji Amin, Bayu Dewabrata (18), dikeroyok mahasiswa yang sedang demo memperingati April Makassar Berdarah (Amarah) di depan kampus UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (24/40.

Anak Guru Besar Fakultas MIPA Unhas ini dikeroyok saat berupaya membongkar palang bambu yang dipasang mahasiswa melintang di jalan di depan kampusnya. Saksi mata di tempat kejadian mengatakan, pengeroyokan tersebut bermula saat mobil Toyota Fortuner yang disetir anak perempuan Mappajantji hendak melewati palang.

Mobil yang akan membawa Mappajantji ke RS Wahidin Sudirohusodo, mengangkut empat penumpang masing-masing Bayu, Mappajantji, salah seorang anak perempuan Mappajantji, dan seorang suster.

Karena dipalang, suster turun meberikan penjelasan ke para mahasiswa bahwa ada pasien di atas mobil. Karena tidak dibuka, Bayu turun dari mobil dan berusaha membongkar palang tersebut. Melihat hal itu, beberapa mahasiswa merasa tersinggung lalu mengeroyok Bayu hingga babak belur.

Mappajantji yang masih mengenakan infus, sambil memegang kantong infus, turun dari mobil untuk melerai. Tapi, malah nyaris menjadi korban. Bahkan tali infus yang dikenakan terlepas dan jatuh ke tanah.

Kepada Tribun, Mappajantji, mengatakan, keluar dari rumah sakit untuk melayat keluarga yang meninggal dunia. "Mana ada orangtua yang tega membiarkan anaknya dianiaya. Saya pun turun untuk melerai tetapi hampir saya juga kena pukulan dari mahasiswa. Untungnya masih sempat menangkis," katanya.

Mappajantji akan menuntut hingga ada penyelesaian tuntas mengenai kasus tersebut. "Ini tidak bisa dimaafkan. Saya akan selesaikan secara hukum. Saya akan menggunakan segala potensi yang saya miliki untuk menyelesaikan kasus ini hingga ke pengadilan," katanya. Dia juga sudah melaporkan kasus ini ke polisi.

Mahasiswa UMI Minta Maaf

Pengurus Lembaga Mahasiswa (Lema) Se-UMI menggelar konferensi pers di depan gedung Kedokteran Kampus II UMI, atas iniden pemukulan salah seorang pengguna jalan saat memperingati Amarah, Selasa (24/4).

Dalam kesempatan tersebut mereka menyampaikan tuntutan sikapnya, sekaligus permohonan maaf atas insiden kekerasan yang terjadi."Aksi ini kami hentikan karena kondisi yang tidak memungkinkan. Massa sulit dikontrol lagi. Kami juga meminta maaf kepada keluarga korban Amarah dan kepada pihak yang menjadi korban dalam insiden yang terjadi," kata perwakilan pengurus Lema Se-UMI, Firman.

Dalam tuntutannya para mahasiswa meminta kepada Presiden RI untuk menegaskan bentuk keprihatinan terhadap Amarah, dan menjadikan kekerasan dalam dunia pendidikan sebagai agenda nasional.

Mereka juga meminta kepada Komnas HAM untuk membentuk tim independen penyelesaian kasus tersebut. Amarah merupakan tragedi yang terjadi 24 April 1996 di UMI. Saat itu, mahasiswa yang melakukan demonstrasi besar-besaran menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang disusul aksi penolakan tarif petepete yang berimbas bentrokan dan penyerangan yang melibatkan TNI-Polri.

Kejadian ini menyebabkan tiga orang mahasiswa UMI meninggal dunia yakni Almarhum Andi Sultan Iskandar (Fakultas Ekonomi), Syaiful Bya (teknik arsitektur), dan Tashrif (fakultas ekonomi).

kesaksian Prof Dr Mappajantji

Saya sudah lima hari lalu di Medical Centre RS Wahidin. Karena om istri saya meninggal, makanya saya keluar untuk melayat dengan masih memakai infus, oksigen, dan didampingi perawat. Setelah pulang dari melayat di Jl Kajaolalido, itu insiden ini terjadi.
Ketika melewati kampus UMI mobil kami dicegat dan diminta melewati jalur petepete di sebelah kiri.Tapi pas sampai di ujung (pintu II) kami kembali dicegat oleh mahasiswa, padahal saya sudah menunjukkan bahwa ini kondisi darurat.

Makanya perawat saya turun memberikan penjelasan tapi mereka tidak mau mengerti dan malah semakin memalang mobil kami dan memasang muka marah. Anak saya turun dan berusaha membongkar palang, langsung dikeroyok.

Saya kemudian dikelilingi mahasiswa, hampir juga kena pukulan dari mahasiswa dan untungnya saya masih sempat menangkis. Itu mungkin yang menyebakan tali infus saya jatuh.

Kejadian ini jelas tidak bisa dibiarkan mereka sudah seenaknya dan sewenang-wenang kepada kami, itu kan jalan umum jadi kenapa ditutup-tutup.

*Prof Dr Mappajantji Amin, ayah korban (cr5)

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim