SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Kamis, 25 April 2024

Butuh Mahkamah Sosial, bukan Mahkamah Konstitusi


Oleh MAQBUL HALIM

Bagi ukuran tata negara yang sehat dan normal dalam sistem politik yang dianut Indonesia, Pemilu Pilpres 2024 sudah selesai. Hal itu ditandai oleh putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang menolak permohonan PHP Pilpres yang diajukan oleh Kandidat Pilpres 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, dan Kadidat 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Jika telah selesai di MK namun ada pihak yang masih bergerak untuk menang setelah itu, artinya sistem politik dan tata negara di Indonesia tidak sehat.

Tuduhan dan fitnah dari kubu 01 dan o3 terhadap 02 dan Pemerintahan Presiden Jokowi telah dipatahkan oleh MK. Upaya 01 dan 03 membuktikan tuduhan dan fitnahannya itu tidak berhasil. Pihak 01 dan 03 mempunyai ketidak-mampuan menkonversi narasi tuduhan dan fitnah itu menjadi bukti-bukti hukum di persidangan-persidangan MK. 

Sebelumnya, kubu 01 dan 03 mempunyai keyakinan diri akan mendapatkan keadilan hukum dari MK. Sayang sekali, kubu 01 dan 03 hanya menyodorkan narasi-narasi sosial, bukan dalil hukum dan bukti hukum. Mesin keadilan yang dimiliki oleh MK adalah mesin hukum, bukan mesin sosial. Wajarlah jika MK tidak bisa memproses hukum narasi-narasi sosial yang diajukan pihak 01 dan 03. 

Kubu 01 dan 03 salah alamat dalam mencari keadilan mengenai hasil Pemilu Pilpres 2024. Jika mereka hanya punya narasi sosial untuk mencari keadilan, seharusnya bukan di MK mereka melakukan itu. Yang tepat adalah, kubu 01 dan 03 membawa narasi sosialnya itu di warung kopi dan sosmed, tempat dimana tidak ada norma hukum sebagai panduan. Kubu 01 dan 03 berpeluang besar menang di warkop dan sosmed. Karena di ruang ini, pihak mana yang paling keras suaranya, paling lihai memainkan sirkus kata-kata, mereka pasti menang. 

Jika ditanya tentang apakah dia menyaksikan langsung sebuah kecurangan Pilpres, rata-rata saksi kubu 01 dan 03 menjawabnya dengan suara hati nurani. Ada juga yang hanya menjawab dengan tangisan, takut akan azab Tuhan akibat kecurangan Pilpres. Ada juga yang menjawab dengan menunjukkan tayangan video HOAX di HPnya.

Kata yang bisa saya padankan dengan isi permohonan Pihak 01 dan 03 adalah, fatamorgana, hayalan, obsesi, atau fiksi. Jika isi permohonan itu dibumikan dengan pertanyaan tentang dimana lokasi kejadiannya, jawabannya pasti bahwa itu terjadi di permukaan bumi yang diciptakan Tuhan. Siapa pelakunya, dijawab bahwa yang lakukan itu adalah hambah Tuhan yang mengkhianati demokrasi. Siapa nama pelakunya? Dijawabnya bahwa tidak mungkin saya buka namanya, karena saya bakal dituntut pidana. Otak hakim jadi sungsang kalak mendengar. 

Ketika MK bingung dengan permohonan yang seperti di atas itu, MK dituduh membunuh demokrasi. Ini kebodohan yang adiluhung, kalah di Pilpres disebut sebagai tanda matinya demokrasi. Kalau ingin demokrasi hidup, harusnya kubu 01 dan 03 tidak ikut Pemilu Pilpres 2024, supaya tidak kalah. Karena kalau mereka kalah, demokrasi ikut terbunuh. 

Jika ada umur panjang, saya sarankan kubu 01 dan 03 mengikuti pemilu pilpres berikutnya yang dilaksakan secara sosial, bukan secara hukum. Dan, pemilu pilpres ini dilengkapi dengan ahli nujum, bukan lembaga survei.[]

Makassar, 25 April 2024

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim