SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Kamis, 05 Juli 2007

Duka dan Panik di Tator

Rantepao, 5 Juni 2007

Petugas restoran Toraja Heritage Hotel menyambut saya pada pagi pukul 08.30, Sabtu 2 Mei 2007. Sembari tangan kiri saya tetap memegang tangan kanan Abi, tangan kanan saya juga menyerahkan kupon sarapan kepada petugas. Saya gembira ketika itu karena Abi selera makan Abi lebih besar dari biasanya. Pagi itu, anggota KPU Kota/Kabupaten dari seluruh Sulawesi Selatan sedang berjubel antri untuk sarapan pagi. Sesuai jadwal, kami semua akan mengikuti acara pembukaan Rapat Sosialisasi Undang-undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Rapat ini digagas oleh KPU Sulsel dengan menggandeng LSKP Sulsel sebagai pelaksana kegiatan (Event Organizer).

Di tengah riuh sarapan pagi itu, tersiar kabar bahwa Pak Hasanuddin yang terjatuh di depan kamarnya ketika hendak menuju sarapan di restoran, telah meninggal di rumah sakit Rantepao. Saya konfirmasi ke Ketua KPU Sulsel Mappinawang. Ia membenarkan bahwa salah seorang anggota KPU Pinrang, H. Hasanuddin S., SH., telah meninggal di rumah sakit, sesaat setelah tiba dari Toraja Hariget Hotel. Dari Ahmad Yani, Sekretaris Eksekutif LSKP, saya mengetahui bahwa Pak Hasanuddin meninggal karena penyakit stroke.

Pahir Halim, anggota KPU Kota Makassar dan sekaligus rekan saya di KPU Makassar yang ikut mengantar jenazah Hasanuddin ke Pinrang, ikut menambah sisi fenomenal kematian pensiunan PNS ini. Menurut pengakuan istri almarhum kepada Pahir di Pinrang ketika menerima jenazah suaminya, ia ditelepon oleh almarhum sekitar pukul 07.00 pagi (setengah jam sebelum detik kematiannya di RS). Ia berpesan agar istrinya menjaga anggota keluarga. Ia berpesan seperti itu pada istrinya karena dirinya akan "berangkat lebih dahulu". Setelah itu, bahkan, ia juga menelepon anak sulungnya yang berkerja di Kab. Soppeng agar menjaga adik-adiknya dengan baik.

Dua jam setelah itu, salah satu staf saya di KPU Makassar, Muslimin, juga mengalami gangguan kesehatan serius secara tiba-tiba. Ia terjatuh pingsan di Pasar Rantepao. Rekan-rekan kantor yang menemaninya di pasar ketika itu, langsung melarikannya kembali ke hotel. Di hotel, Mimin, sapaan akrab staf yang tengah menempuh studi S2 di Unhas ini, tidak mendapat perawatan apa-apa. Ketua KPU Makassar kemudian mengambil keputusan untuk melarikannya ke rumah sakit. Hingga di RS, Mimin belum sadarkan diri. Mulutnya mengeluarkan cairan berbusa putih, kejang-kejang, dan nafasnya tersengal-sengal.

Ia mulai sadarkan diri pada sore hari. Menurut analisa sementara tim dokter yang menanganinya, ia terkena penayakit yang umumnya dikenal dengan nama "Fertigo", suatu penyakit yang rentan terhadap sinar matahari siang, antara pukul 10.00 - 14.00. Ketika acara usai, Mimin dievakuasi ke Makassar dengan menumpang pada mobil saya. Sebelumnya, Mimin direncakan dievakuasi ke Makassar dengan menggunakan ambulance. Sayang pada Minggu itu, tak satu pun ambulans di Tator yang dapat dipakai untuk menempuh perjalanan dari Rantepao ke Makassar.

Saya betul-betul dirundung kepanikan. Apalagi, setelah saya hampir lalai. Abi yang mandi di kolam permandian untuk anak-anak milik hotel, ternyata tiba-tiba mengapung. Tidak bergerak, kaku, namun tetap berusaha bernafas. Melihat Abi yang demikian, saya langsung lompat ke kolam tersebut yang jarak permukaannya hingga ke dasar kolam hanya sebatas lutut orang dewasa ukuran tinggi orang Timur. Saya langsung membopongnya ke tepi kolam, lalu mengeluarkan air yang merasuk di mulut dan hidungnya. Ia baik-baik saja. Saya bersyukur.

Saya meninggalkan Rantepao menuju Makassar pada pagi, Minggu, 3 Mei 2007. Sebelum tiba di Makassar, kami mampir di Barru untuk makan siang di rumah Nurasia, salah seorang staff Kantor Sekretariat KPU Kota Makassar.

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim